MENGASUH DENGAN HATI; BELAJAR DARI SOSOK GWAN-SIK DALAM FILM WHEN LIFE GIVES YOU TANGERINES

MENGASUH DENGAN HATI; BELAJAR DARI SOSOK GWAN-SIK
DALAM FILM WHEN LIFE GIVES YOU TANGERINES
Penulis: Ustadzah Ratnatus Sa’idah
Kisah tentang Gwan-sik menawarkan kita banyak pelajaran berharga tentang seni mengasuh. Dari interaksinya dengan orang sekitar dan lingkungannya, kita bisa melihat bagaimana fondasi pengasuhan yang kuat dapat membentuk karakter dan masa depan seorang anak. Mari kita telaah lebih dalam.
Pelajaran Pertama: Pentingnya Mendengarkan Aktif
Gwan-sik, seperti anak-anak pada umumnya, seringkali memiliki ide-ide dan pertanyaan yang tampaknya “aneh” atau “tidak masuk akal” di mata orang dewasa. Namun, orang tua Gwan-sik selalu berusaha mendengarkan secara aktif. Mereka tidak hanya mendengar kata-kata yang diucapkan Gwan-sik, tetapi juga berusaha memahami emosi dan pemikiran di baliknya.
Dr. Haim Ginott, seorang psikolog anak terkenal, dalam bukunya “Between Parent and Child,” menekankan bahwa “anak-anak membutuhkan kita untuk mendengarkan lebih dari yang kita sadari. Mendengarkan adalah cara kita mengatakan, ‘Saya menghargai Anda, Anda penting bagi saya.”
Dengan mendengarkan aktif, orang tua Gwan-sik tidak hanya membangun kepercayaan tetapi juga mendorong Gwan-sik untuk berani berekspresi dan mengembangkan pemikiran kritisnya.
Pelajaran Kedua: Memberikan Ruang untuk Bereskplorasi dan Belajar dari Kesalahan
Suatu ketika, Gwan-sik memiliki ide untuk membangun “perahu terbang” dari kardus bekas. Meskipun hasilnya jauh dari sempurna dan bahkan mungkin sedikit berantakan, orang tua Gwan-sik tidak melarang atau mengkritik. Sebaliknya, mereka memberikan dukungan dan ruang baginya untuk bereksplorasi. Mereka bahkan membantu Gwan-sik mengumpulkan bahan-bahan dan sesekali memberikan masukan tanpa mengambil alih proyeknya.
Ini selaras dengan pandangan Dr. Carol Dweck, seorang profesor psikologi dari Stanford University, yang mengembangkan konsep “growth mindset”. Dalam bukunya “Mindset: The New Psychology of Success,” Dweck menjelaskan bahwa “anak-anak yang diajarkan untuk memiliki growth mindset akan melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang, bukan sebagai tanda ketidakmampuan”.
Orang tua Gwan-sik tanpa sadar telah menanamkan growth mindset ini, hal ini memungkinkan Gwan-sik untuk belajar dari setiap percobaan yang tidak berhasil dan terus berinovasi.
Pelajaran Ketiga: Membangun Resiliensi Melalui Dukungan Emosional
Tidak semua hari adalah hari yang cerah bagi Gwan-sik. Ada kalanya ia merasa sedih, frustrasi, atau marah ketika rencananya tidak berjalan sesuai harapan. Pada saat-saat seperti itu, orang tua Gwan-sik tidak meremehkan perasaannya atau memaksanya untuk berhenti menangis. Sebaliknya, mereka mengakui dan memvalidasi emosi Gwan-sik, membantu ia mengidentifikasi apa yang dirasakannya, dan kemudian membimbingnya mencari solusi.
Daniel Goleman, penulis Emotional Intelligence, berpendapat bahwa “kemampuan untuk mengelola emosi adalah kunci keberhasilan dalam hidup”.
Orang tua yang membantu anak-anak mereka memahami dan mengatasi emosi negatif sedang membangun resiliensi pada diri anak. Dengan begitu, Gwan-sik belajar bahwa tidak apa-apa untuk merasa sedih atau kecewa, dan yang lebih penting, ia belajar bagaimana bangkit kembali dari kesulitan.
Pelajaran Keempat: Memupuk Kemandirian dan Tanggung Jawab
Seiring bertambahnya usia, orang tua Gwan-sik secara bertahap memberikan tanggung jawab yang sesuai dengan usianya. Misalnya, mereka melibatkannya dalam keputusan-keputusan kecil di rumah atau meminta bantuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas sederhana. Ini bukan tentang membebani anak, melainkan tentang memberdayakan mereka.
Menurut Dr. Jane Nelsen, penulis seri buku Positive Discipline, “memberikan tanggung jawab kepada anak adalah cara untuk membantu mereka merasa berharga dan kompeten. Ini juga mengajarkan mereka tentang konsekuensi dari pilihan mereka”.
Dengan memberikan kesempatan kepada Gwan-sik untuk membuat keputusan (dalam batas-batas yang aman) dan menerima konsekuensinya, orang tua Gwan-sik membantunya mengembangkan kemandirian dan rasa tanggung jawab.
Kisah Gwansik mungkin hanya fiksi, tetapi pelajaran parenting yang bisa kita ambil darinya sangat nyata dan relevan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip: mendengarkan aktif, memberikan ruang untuk eksplorasi, membangun resiliensi emosional, dan memupuk kemandirian, kita dapat membantu anak-anak kita tumbuh menjadi individu yang kuat, mandiri, dan bahagia. Mengasuh memang bukan pekerjaan mudah, tetapi dengan hati yang tulus dan pendekatan yang tepat, kita bisa menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan optimal anak-anak kita.
“Dari Gwan-sik kita belajar bahwa: anak tidak membutuhkan orangtua yang SEMPURNA, yang anak butuhkan adalah orangtua yang HADIR”.
Waw keren artikelnya😱
terima kasih kak☺️