Mengenang Pertempuran Surabaya: Mengapa 10 November Diperingati sebagai Hari Pahlawan?

Madiun – Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Tanggal ini bukan sekadar hari libur nasional, melainkan momen penuh makna untuk mengenang keberanian para pejuang yang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa heroik ini berawal setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, ketika pasukan Sekutu—termasuk Inggris yang membawa serta NICA (Belanda)—mendarat di Surabaya. Situasi memanas setelah insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit) dan tewasnya pemimpin pasukan Sekutu, Brigadir Jenderal AWS Mallaby.
Sebagai balasan, pihak Sekutu mengeluarkan ultimatum pada 10 November 1945 agar seluruh rakyat Surabaya menyerahkan senjata. Namun, ultimatum itu ditolak tegas. Dengan pekik takbir dan semangat “Merdeka atau Mati!”, rakyat Surabaya melakukan perlawanan sengit melawan pasukan bersenjata lengkap.
Bung Tomo dengan pidato-pidatonya yang membakar semangat menjadi simbol keberanian dan tekad rakyat untuk mempertahankan kedaulatan bangsa. Pertempuran yang berlangsung hingga tiga minggu itu menelan ribuan korban jiwa, menjadikannya salah satu pertempuran terbesar pasca kemerdekaan.
Sebagai penghormatan atas jasa dan pengorbanan mereka, Presiden Soekarno menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959.
Hari Pahlawan bukan hanya peringatan sejarah, tetapi juga ajakan bagi generasi muda untuk meneladani semangat juang para pahlawan: berani, ikhlas, dan cinta tanah air.
