PENTINGNYA LINGKUNGAN PERTEMANAN TERBAIK UNTUK ANAK

PENTINGNYA LINGKUNGAN PERTEMANAN TERBAIK UNTUK ANAK
Penulis: Ustadz M. Adam Husein Al Idrus
Editor: Ustadzah Ratnatus Sa’idah
Bicara soal pendidikan anak, Imam Al-Ghazali pernah menyampaikan satu poin penting yang layak kita renungkan. Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, beliau menyebutkan:
وَأَصْلُ تَأْدِيْبِ الصِّبْيَانِ الْحِفْظُ مِنْ قرنَاءِ السُّوْء
“Inti dari pendidikan anak adalah menjauhkan mereka dari teman yang buruk.” (Ihya’ Ulumuddin 1/95).
Pandangan ini sejalan dengan apa yang kita pahami. Lingkungan pergaulan itu super krusial dalam membentuk karakter dan masa depan anak kita. Dalam ajaran Islam, memilih teman yang baik memang sangat ditekankan, mengingat besarnya dampak pertemanan pada akhlak, agama, dan bahkan keselamatan di masa depan. Anak-anak, apalagi yang masih kecil, itu mudah sekali terbawa arus pergaulan. Mereka cenderung suka ikut-ikutan temannya. Rasulullah sudah mengingatkan kita:
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang itu tergantung agama teman akrabnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat dengan siapa ia berteman.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
Hadits ini semacam pengingat keras bahwa karakter dan ketaatan seseorang sangat dipengaruhi oleh orang-orang terdekatnya. Rasulullah bahkan memberi perumpamaan yang indah dan mudah banget kita pahami tentang teman baik dan teman yang kurang baik:
“Perumpamaan teman duduk yang saleh dan teman duduk yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi, adakalanya ia memberimu (minyak wangi), adakalanya engkau membeli darinya, atau minimal engkau mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, adakalanya ia membakar pakaianmu atau engkau mendapatkan bau yang tidak sedap darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari sini kita belajar, bergaul dengan orang saleh itu pasti mendatangkan manfaat, minimal kita “kecipratan” hal baiknya. Sebaliknya, berteman dengan yang kurang baik, walau kita tidak melakukan keburukan yang sama, paling tidak kita akan kena “bau” pengaruh negatifnya.
Sebagai orang tua, tugas kita adalah memantau dengan siapa anak kita berteman. Jika ada teman yang pengaruhnya kurang baik, kita perlu mencari cara yang bijak untuk menasihati anak. Bahkan, jika perlu, kita bisa membantu mengarahkan anak untuk menemukan dan merasa nyaman berteman dengan anak-anak yang sholeh dan suportif.
Menciptakan lingkungan pertemanan yang ideal memang tantangan besar bagi orang tua, terutama di tengah kondisi masyarakat yang heterogen. Tugas memantau saja tidak cukup; kita perlu memastikan anak berada dalam ekosistem yang secara sistematis mendukung pembentukan karakter dan akhlak yang baik. Inilah mengapa memilih lingkungan pendidikan yang tepat menjadi keputusan krusial, karena sekolah memiliki peran dalam mengontrol dan memfasilitasi pergaulan positif. Sejak awal berdiri, #SekolahDiMasjid berkomitmen untuk mengambil peran tersebut dan menjadikan salah satu pembeda dari sekolah lainnya.
Dimana #SekolahDiMasjid memiliki salah satu keunggulan yakni, fokus pada lingkungan yang terkontrol. Dengan menerapkan konsep small class maksimal 20 anak per kelas. Selain itu, setiap jenjang memiliki lokasi kegiatan belajar mengajar (KBM) yang berbeda.
Menjawab kebutuhan akan lingkungan yang terkontrol inilah, kami di #SekolahDiMasjid mengambil langkah nyata. Fokus utama kami adalah memastikan setiap anak berada dalam ekosistem pertemanan yang aman dan suportif. Kami menerapkan kelompok belajar kecil, maksimal 20 anak per kelas, dan memisahkan lokasi KBM untuk setiap kelasnya. Tujuannya membatasi dan mengontrol interaksi anak hanya pada lingkup kelas mereka, sehingga risiko terpapar pengaruh negatif bisa ditekan serendah mungkin.
Tentu, menjaga pertemanan anak hanyalah salah satu upaya kita. Kunci pendidikan anak yang paling utama dan pertama adalah mengajarkan ilmu agama sejak dini mulai dari rumah. Ini adalah tugas yang tidak boleh diabaikan oleh orang tua. Seringkali, jiwa anak yang pada dasarnya polos bisa “rusak” justru karena kelalaian kita sebagai orang tua. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah pernah mengingatkan:
“Kebanyakan kerusakan anak disebabkan karena orangtua mereka, mereka menelantarkannya dan tidak mengajarkan anak ilmu dasar-dasar wajib agama dan sunnah-sunnahnya. Mereka menyia-nyiakan anak-anak di masa kecil mereka.” (Tuhfatul Maulud hal. 387)
Yuk, kita sama-sama berusaha memberikan yang terbaik untuk buah hati kita, baik dari sisi pertemanan yang positif maupun bekal agama yang kuat!
keren bgtt