“Belajar dari Rasulullah: Menuntut Ilmu dengan Adab dan Akhlak.”

Dalam dunia pendidikan modern yang sering kali mengagungkan kecerdasan kognitif dan capaian akademis semata, artikel ini hadir sebagai pengingat fundamental bahwa dalam tradisi Islam, adab dan akhlak adalah mahkota dan pondasi utama bagi setiap penuntut ilmu.
Mengapa Adab Lebih Didahulukan daripada Ilmu?
Kita semua telah paham, menuntut ilmu adalah kewajiban yang tak terpisahkan dari kehidupan seorang Muslim, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.” Kewajiban ini mencakup ilmu dunia yang bermanfaat, apalagi ilmu agama yang menuntun menuju keselamatan akhirat.
Namun, para ulama terdahulu memiliki pandangan yang menohok namun penuh hikmah. Mereka sering menasihati, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.” Bahkan, ada riwayat yang menyebutkan bahwa para ulama menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mempelajari adab, lebih lama daripada waktu yang mereka gunakan untuk mendalami suatu disiplin ilmu.
Mengapa demikian?
Ilmu tanpa adab ibarat pohon tanpa buah. Ilmu bisa menjadi pedang bermata dua. Ia dapat mengangkat derajat seseorang, tetapi tanpa dibarengi adab dan akhlak yang mulia, ilmu justru berpotensi menjadi bumerang, menjerumuskan pemiliknya ke dalam kesombongan, keangkuhan, dan bahkan penyalahgunaan.
Adab adalah bejana tempat ilmu itu ditampung. Jika bejana itu kotor, berkarat, atau bahkan bocor (karena akhlak yang buruk), maka ilmu yang masuk tidak akan memberikan keberkahan, tidak akan menetap, dan tidak akan memberikan manfaat sejati bagi diri sendiri maupun orang lain. Di sinilah peran penting Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau adalah teladan paripurna bagi kita, bukan hanya sebagai penyampai wahyu, melainkan juga sebagai “Al-Mu’allim” (Sang Guru) yang mengajarkan bahwa puncak dari ilmu adalah kesempurnaan akhlak. Bukankah beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia?
Pelajaran Pertama dari Rasulullah: Meluruskan Niat (Ikhlas)
Landasan pertama dalam menuntut ilmu adalah niat yang lurus. Dalam segala amal ibadah, termasuk mencari ilmu, Rasulullah mengajarkan bahwa niat haruslah tulus, semata-mata mengharap ridha Allah SWT. Setiap beliau mengajarkan sesuatu, beliau selalu mengaitkannya dengan tujuan akhir, yaitu ketaatan kepada Allah dan kebahagiaan di akhirat. Beliau mengajarkan ilmu dengan penuh ketulusan, tanpa mengharapkan balasan duniawi dari umatnya. Niat yang murni inilah yang membuat ilmu beliau menjadi lentera yang menerangi seluruh alam semesta, bukan hanya pada masa itu, tetapi hingga akhir zaman.
Sekolah Masjid Madiun menempatkan Adab (Akhlak) sebagai pilar pertama dan utama, bahkan sebelum belajar ilmu membaca atau berhitung. Mengajarkan adab, seperti sopan santun kepada guru dan teman, menjaga kebersihan masjid, dan toleransi, tidak akan efektif jika pelaksanaannya hanya didorong oleh hukuman atau imbalan duniawi. Sekolah Masjid mengarahkan semua perilaku baik ini agar dilakukan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah (ikhlas), sesuai dengan ajaran Rasulullah ﷺ. Dengan demikian, ajaran Rasulullah ﷺ tentang niat yang lurus (ikhlas) adalah ruh yang menghidupkan dan mengarahkan Tiga Pilar Pendidikan di Sekolah Masjid Madiun: Adab (Akhlak), Ilmu, dan Al-Qur’an.
Pelajaran Kedua: Memuliakan Guru dan Sumber Ilmu (Tawadhu’)
Adab kedua yang krusial adalah memuliakan guru dan sumber ilmu. Guru adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan ilmu. Penghormatan kepada guru adalah kunci untuk mendapatkan keberkahan ilmu. Tawadhu’ atau rendah hati adalah akhlak yang harus menghiasi seorang penuntut ilmu. Sifat sombong atau merasa sudah cukup berilmu adalah penghalang terbesar datangnya ilmu yang bermanfaat.
Implikasi praktis bagi kita dan peserta didik:
* Duduk yang sopan di hadapan guru (tidak selonjor, tidak membelakangi).
* Mendengarkan dengan penuh perhatian (tidak asyik bermain atau mengobrol).
* Berbicara dengan bahasa yang santun saat bertanya atau berpendapat.
Pendidikan di Sekolah Masjid tidak hanya bertujuan mentransfer pengetahuan (Ilmu), tetapi juga menanamkan hikmah dan keberkahan (Adab). Keberkahan ini dipercaya sulit didapatkan tanpa rasa hormat (tawadhu’) kepada guru. Di lingkungan Sekolah Masjid, praktik tawadhu’ kepada guru dan orang yang lebih tua menjadi kurikulum tak tertulis yang diterapkan setiap hari. Ini memastikan ilmu yang diterima murid tidak hanya dipahami secara kognitif, tetapi juga membawa manfaat praktis dalam kehidupan.
Pelajaran Ketiga: Kesungguhan dan Ketekunan (Jihad dalam Ilmu)
Menuntut ilmu memerlukan kesungguhan dan pengorbanan. Ilmu tidak didapatkan dengan bermalas-malasan atau dengan tubuh yang santai. Inilah yang disebut sebagai Jihad dalam ilmu. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah teladan dalam kesungguhan beribadah dan menyebarkan ilmu. Beliau tidak pernah lelah mengajarkan ayat-ayat Al-Qur’an, menafsirkan, dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Penuntut ilmu harus menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, karena maksiat akan menggelapkan hati dan menyulitkan ilmu untuk masuk dan bersemayam. Kita harus rajin mengulang pelajaran, mencatat faedah-faedah, dan tidak menunda-nunda belajar.
Pelajaran Keempat: Mengamalkan Ilmu (Buah dari Akhlak)
Puncak dari adab dan ilmu adalah mengamalkannya. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang teraplikasikan dalam sikap, perbuatan, dan perkataan. Ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang rindang namun tak berbuah. Akhlak seorang Muslim adalah manifestasi dari ilmu yang ia miliki. Jika seseorang berilmu tinggi namun kikir, pemarah, atau suka berbohong, maka ilmu tersebut belum memberikan keberkahan sejati.
Ilmu yang berlandaskan adab dan akhlak akan menghasilkan:
* Taqwa: Semakin tinggi ilmunya, semakin besar rasa takutnya kepada Allah.
* Manfaat: Ilmu tersebut akan mengalir menjadi kebaikan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar (dakwah).
* Kemudahan: Allah akan mudahkan jalannya menuju surga, sebagaimana janji-Nya dalam hadis: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
Kesimpulan: Adab Sebagai Investasi Abadi
Menuntut ilmu adalah perjalanan spiritual seumur hidup, dan adab serta akhlak adalah bekal terbaik di dalamnya. Jika kita ingin melihat generasi peserta didik kita tidak hanya cerdas secara kognitif, tetapi juga memiliki hati yang lembut, jiwa yang tawadhu’, dan kepribadian yang mulia, maka kita harus kembali kepada teladan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Sekolah Masjid Madiun telah menjadikan ini sebagai realitas praktis. Model pendidikan Sekolah Masjid secara fundamental menempatkan Adab (Akhlak) sebagai pilar pertama yang menaungi Ilmu dan Al-Qur’an. Ini mencerminkan keyakinan bahwa kualitas intelektual harus didahului dan diimbangi oleh kemuliaan karakter.
Dengan lingkungan masjid sebagai pusatnya, secara otomatis mendorong pembentukan karakter holistik. Adab (seperti ikhlas dan tawadhu’) yang dipraktikkan di lingkungan ibadah menciptakan siswa yang tidak hanya menguasai materi pelajaran, tetapi juga memiliki kecerdasan spiritual dan emosional sejati, sesuai dengan teladan Nabi Muhammad ﷺ.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa membimbing langkah kita dalam menuntut dan mengajarkan ilmu dengan adab dan akhlak terbaik, mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

