Karya Murid Khairunnas IBS Madiun: Cerpen tentang Perjuangan dan Harapan yang Tak Pernah Padam

Terik matahari menembus kerudung putih milik Nada, Cuaca pagi ini sangat bagus tapi juga melelahkan bagi murid SD Mutiara Hikmah yang sedang berolahraga dilapangan. Nada mengusap keringat didahinya berkali-kali, napasnya tersenggal ketika menanamkan gerakan lompat-lompat dan push-up, memang push-up untuk perempuan beda dengan laki-laki, tapi efeknya sama capek.

“Nada!” panggil Rima kearah Nada,

“Ada apa?” tanya Nada, Rima mengatur napasnya lalu mulai berbicara.

“Kamu dipanggil ke ruang guru” jawab Rima.

Nada terkejut dalam hati, ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri “Apa yang salahku?” tanpa basa-basi Nada berlari langsung ke ruang guru meninggalkan lapangan. Selama perjalanan menuju ruang guru Nada maih heran, kenapa dia dipanggil ke ruang guru? Apa yang dia lakukan? Apakah dia membuat masalah? Pertanyaan itu akan terjawab sekarang. Kini Nada sudah sampai didepan ruang guru, dengan hati yang berdegup kencang. Nada mulai menggerakkan tangan untuk mengetuk pintu ‘tok,tok,tok’ “assalamualaikum,” tak lama terdengar suara bu Ratna, beliau merupakan staf kesiswaan di SD Mutiara Hikmah.

“waalaikumsalam Nada duduk disini, ada yang ingin ibu sampaikan,” jawab bu Ratna dengan nada yang lembut. Lalu Nada meng-iyakan perintah buRatna untuk duduk disofa ruang guru. Nada kembali berkeringat, padahal diruang bu Ratna terdapat fasilitas AC yang sejuk. Tapi entah mengapa Nada terus berkeringat, Naada terus memainkan jari mungilnya untuk menghilangkan rasa khawatir yang menghantui dirinya. Kemudian bu Ratna datang dengan membawa banyak berkas ditangannya lalu dia duduk di samping Nada. Sambil mencari sesuatu, sesekali Neliau melirik Nada, terlihat raut wajah Nada yang sedang khawatir dan ketakutan.

“Nada kamu kenapa?” Nada mengangkat, lalu menatap wajah bu Ratna dengan tegang,

“Sa-saya nggak papa kok bu,” jawab Nada terbata-bata,

“Jawab khawatir Nada, kamu nggak buat masalah kok,” Nada menghela napas lega, ternyata yang dia pikirkan sedari tadi salah. Setelah menemukan berkas yang beliau cari, bu Ratna mulai membuka pembicaraan.

“Begini Nada, kamu belum membayar uang spp selama 3 bulan terakhir, ibu harap kamu segera mencicil tunggakan sebelum ujian semester tiba karena jika tidak segera, ibu khawatir kamu tidak bisa ikut melaksanakan ujian.” Terang bu Ratna prihatin.

“Ibu yakin, kamu dan orang tua bisa membayar tunggakan ini.” Lanjut bu Ratna meyakinkan Nada.

Saat ini, pikiran Nada berkecamuk karena selama ini dia kurang tau tentang urusan pembayaran sekolah, yang Nada tau ibu membayar. Sekarang ibu sedang dirawat di rumah sakit karena terkena penyakit kankerdan harus segera di operasi. Tak mungkin Nada meminta disaat seperti ini, ia takut ibu khawatir dan sakitnya akan semakin parah. Sedangkan ayah hanya bekerja sebagai penjual kerupuk yang penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Pasti ayah sedang sibuk memikirkan pembayaran perawatan ibu yang entah ia harus dapatkan dari mana. Lalu bu Ratna dengan perhatiannya merangkul tubuh mungil Nada.

“Nada, bu Ratna tau pasti kamu memikirkan bagaimana cara untuk bicara hal ini kepada orang tuamu. Memang, mencari uang itu sulit tapi jika kita berusaha pasti ada jalan keluarnya. Ada banyak hal yang  bisa kamu lakukan untuk membantu orang tuamu. Salah satunya adalah menabung.” Nasihat bu Ratna membuat Nada menampilkan senyum kecilnya, ia mengecam nasihat bu Ratna di lubuk hati paling dalam.

Waktu sekolah pun tiba, Nada memutuskan untuk langsung pulang ke rumah karena sepulang sekolah biasanya ia akan pergi bermain bersama Rima. Tapi tidak untuk hari ini, Nada pulang dengan jalan kaki karena ayah tidak bisa menjeput sedang menemani ibu di rumah sakit. Lagi pula, ini bukan masalah bagi Nada. Kebetulan jarak sekolah dengan rumah tidak terlampau jauh. Sesampainya di rumah, Nada langsung disambut dengan adik laki-lakinya yang berusia 7 tahun.

“Kakak sudah pulang? Ayo makan kak, tadi ayah masakin nasi goreng sebelum berangkat ke rumah sakit.” Sambut adik Nada yang bernama Rio dengan antusias. Nada tersenyum, lalu mengusap lembut kepala sang adik.

“Iya Rio, kakak ganti baju dulu setelah itu kakak makan kok.” Ucapan Nada dibalas dengan pelukan oleh Rio, ia sangat beruntung memiliki kakak sebaik Nada.

Nada pun berlalu ke kamar, tiba-tiba ia rindu dengan suara lembut ibu yang selalu menyambut kepulangannya. Bagai tersambar petir di siang bolong, Nada teringat nasihat bu Ratna saat di seolah tadi.

“Oh ya, aku harus menabung!” Ucap Nada antusias dan menaruh tasnya asal.

Pandangan Nada otomatis tertuju ke atas lemari, dilihatnya sebuah celengan gerabah peninggalan nenek yang masih layak di pakai. Nada segera menaiki kursi untuk mengambilnya, kondisi usang namun masih bisa dipakai. Nada langsung memasukkan sisa uang jajan di sekolah tadi. Meski seribu-dua ribu tapi Nada ingat pepatah “sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit.”

Pagi ini cuaca sedikit mendung, Nada merasa sangat bersemangat untuk berangkat sekolah meskipun hanya berjalan kaki, tapi tidak mematahkan semangat Nada yang membara. Lagi pula, berjalan di pagi hari membuat badan kita sehat. Akhirnya, Nada telah sampai di sekolah. Nada termasuk murid yang disiplin, ia pasti selalu datang lebih awal dibanding teman-temannya. Di tengah-tengah perjalanan menuju kelas, ia bertemu dengan bu Ratna di dekat ruang BK. Nada langsung menghampiri bu Ratna dan menyalimi tang beliau.

“Assalamu’alaikum bu Ratna” Sapa Nada dengan senyum merekah.

“wa’alaikumussalam Nada, gimana? Udah nyoba menabung belum?” Tanya bu Ratna dengan ramah.

“Alhamdulillah saya sudah mulai menabung bu” Jawab Nada malu-malu.

“Alhamdulillah, ibu ikut senang kira-kira sudah tertabung berapa?” Jawab bu Ratna. Nadia tersenyum lalu menjawab “Baru 30.000 ribu, bu.”

“Bagus, jika konsisten sampai seminggu kedepan In Syaa Allah tabunganmu akan terkumpul 100.000 asalkan nggak dibuat jajan terus menerus.” Bu Ratna mengusap kepala Nadia lembut.

Mereka berdua tertawa, bu Ratna memang orang yang baik kadang saat kondisi ekonomi keluarga si murid sedang tidak baik, beliau dengan senang hati mencari jalan tengah untuk menyelesaikan masalah. Setelah bel pulang berbunyi, Nada lantas cepat-cepat keluar kelas. Nada sudah tidak sabar mengisi celengan tebungannya. Terlihat didepan gerbang sekolah, ayah sedang menunggu dengan motor butut kesayangannya. Nada dengan senang hati menyalami tangan ayah dan beranjak naik ke motor. Bahkan di sela-sela sibuk bekerja, ayah masih menyempatkan untuk menjemput Nada pulang. Ia sangat bersyukur memiliki ayah bagai pahlawan.

Sesampainya di rumah, ayah pun langsung kembali ke pasar untuk melanjutkan pekerjaannya. Bagaimana dengan Rio? Jangan ditanya, ia sudah pergi bermain setelah pulang sekolah.

“Menabung dan menabung,” gumam Nada seraya masuk kedalam kamar “Sepertinya celenganku sudah haur akan uangku,” ucap Nada menghibur diri. Begitulah kehidupan Nada, ia harus kuat dan tabah dalam menghadapi segala rintangan di hidupnya. Terkadang air mata sampai menetes dari mata indahnya. Bibir kecilnya selalu berdoa dalam sujudnya, supaya ia dan keluarganya dapat hidup bahagia dimasa yang akan datang.

Hari minggu ini cuaca sngat bersahabat, alhamdulillah tabungan Nada sudah terkumpul dua ratus ribu rupiah selama sebulan ini. Tinggal empat ratus ribu lagi, In Syaa Allah akan terkumpul dalam dua bulan. Nada sangat bersyukur kepada Allah SWT. Karna Nada dipermudah dalam menabung dan bisa melunasi SPP bulan ini. Minggu ini Nada sudah berjanji kepada Rio jika ia tidak sibuk, ia akan mengajarkan Rio untuk membuat layang-layang dari bahan yang ada. Nada akan menepati janji itu hari ini. Ditengah-tengah keseruan mereka membuat layang-layang , tiba-tiba ayah berlari kearah mereka dengan tergesa-gesa.

Terlihar raut wajah bahagia terlukis diwajahnya. Lalu ayah mengatur napasnya yang tersenggal, dan mulai memberi kabar “Kak, dek, ada donatur yang menyumbangkan uang untuk pengobatan ibu,” sontak Nada dan Rio bahagia tak karuan.

“Alhamdulillah ya Allah,” ungkap syukur Nada kepada Allah yang telah mengirimkan orang baik yang bersedia untuk membayarr biaya pengobatan ibu. Tiga hari pun berlalu, alhamdulillah proses operasi ibu berjalan dengan baik. Ayah pun mengajak Nada dan Rio ke Rumah Sakit sepulang sekolah. perjalanan dari rumah ke rumah sakit hanya memakan waktu 15 menit. “Ibu” Seru Nada ketika membuka pintu ruang rawat ibu.

Terlihat di brankas wajah ibu yang masih pucat tapi tetap cantik bila dipandang. Ibu melebarkan tangannya dan bersiap untuk menangkap pelukan malaikat-malaikat kecilnya. Rasa rindu pun tertumpahkan di antara mereka, sekali-kali air mata haru menetes dari mata indah ibu.

“Bagaimana keadaan kalian selama ibu tidak ada di rumah?” Tanya ibu dengan nada parau. “Semuanya baik kok bu” seakan tidak terjadi apa-apa, Nada tetap menyembunyikan masalah tanggungan seklah. Rio terlihat bahagia melihat ibu begitu juga ayah sebagai kepala keluarga ayah berperan banyak selama masa perawatan ibu. Oleh karena itu, ayah sering tidak sempat menjemput Nada pulang sekolah. “Semua biaya rumah sakit sudah di tanggung oleh pak Amir, beliau teman ayah waktu SMA dulu. Beliau juga menawarkan ayah untuk bekerja di toko kelontongnya, kebetulan toko kelontongnya cukup besar. In Syaa Allah minggu depan ayah sudah bsa bekerja disana.” Terang ayat seketika suasana bahagia menyeruak diantara mereka. Ucapan terima kasih memenuhi ruangan, mereka pun berpelukan dengan bahagia.

Perlahan semua masalah teratasi. Seiring itu semua, tabungan Nada sudah terkumpul sebesar Rp 400.000. Kondisi keuangan keluarga pun membaik, ayah juga sudah bisa melunasi tunggakan sekolah Nada. Uang tabungan Nada pun tak jadi digunakan untuk membayar spp sekolah. Lalu, uang tabungan Nada ia gunakan untuk apa? Dari situlah hati Nada tergerak untuk menyumbangkan dana yang lebih itu ke panti asuhan. Nada berpikir jika mereka lebih membutuhkan. Ayah dan ibu menyetujui usulan baik itu. Ayah pun langsung mengantarkan ke panti asuhan. Sesampainya di panti asuhan Nada menyerahkan dana secukupnya itu kepada pengasuh panti. Nada terharu melihat anak-anak panti yang sangat senang menerima donasi itu. Nada sadar bahwa dia mengambil sendiri karena ada Allah yang menemaninya. Allah tidak akan memberi beban hambaNya diluar batas kemampuannya. Bersyukur itu perlu karena masih banyak orang yang lebih sulit dari kita. Yakinlah pertolongan Allah itu nyata. Jangan pernah menyerah, teruslah berusaha karena takdir memang milik tuhan tapi do’a dan usaha milik kita.

Scroll to Top