REFLEKSI POLA ASUH DALAM LIRIK LAGU ‘MANGU’ FOURTWNTY

REFLEKSI POLA ASUH DALAM LIRIK LAGU ‘MANGU’ FOURTWNTY
Penulis: Ustadzah Ratnatus Sa’idah
Mungkin sebagian dari kita akrab dengan lagu-lagu grup musik Fourtwnty, yang lirik-liriknya seringkali puitis dan penuh makna. Salah satu lagu mereka, “MANGU”, meski liriknya metaforis, ternyata bisa menjadi cerminan berharga bagi kita sebagai orang tua dalam memahami pola asuh yang kita terapkan sehari-hari.
Istilah “mangu” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti ragu-ragu atau bimbang. Perasaan ini, jika kita tarik ke dalam konteks tumbuh kembang anak, bisa jadi merupakan hasil dari interaksi mereka dengan lingkungan terdekat, terutama keluarga. Mari kita selami lebih jauh.
” ♫♫Hawanya Tak Lagi Dijalur Yang Sama ” : Mengurai Dampak Pola Asuh Pada Pembentukan Diri Anak
Pernahkah terlintas di benak kita, mengapa anak kita terkadang menunjukkan keraguan atau kesulitan dalam mengambil keputusan? Lirik “hawanya tak lagi dijalur yang sama” dalam lagu “MANGU” bisa menjadi pengingat bagi kita akan hal ini.
Dalam sebuah jurnal Baumrind, D. (1991) menyebutkan dampak pola asuh sebagai berikut:
- Pengulangan Pola Negatif: Sadar atau tidak, anak-anak adalah peniru ulung. Jika mereka tumbuh dalam lingkungan dengan pola asuh yang kurang sehat—misalnya, terlalu otoriter, terlalu membebaskan tanpa batasan, atau bahkan penuh kekerasan—mereka cenderung menginternalisasi pola tersebut. Mereka bisa merasa mangu atau ragu untuk keluar dari kebiasaan atau cara pandang yang sudah ditanamkan sejak kecil, bahkan saat dewasa kelak.
- Minimnya Ruang Berekspresi: Jika anak tidak kita berikan ruang untuk berpendapat, berekspresi, atau bahkan membuat kesalahan, mereka bisa tumbuh menjadi pribadi yang ragu-ragu dan sulit mengambil keputusan. Mereka bisa merasa mangu saat harus menghadapi dunia luar yang penuh pilihan.
- Beban Ekspektasi Orang Tua: Tekanan dari ekspektasi kita yang terlalu tinggi atau tidak realistis bisa membuat anak merasa mangu dan tidak yakin dengan pilihan hidupnya sendiri. Mereka mungkin merasa harus memenuhi standar yang kita tetapkan, alih-alih mencari jalan yang sesuai dengan potensi dan minat mereka.
” ♫♫ Bacaan dan Doa Yang Mulai Berbeda ” : Pentingnya Mendengarkan Diri Sendiri
Lagu “MANGU” juga menyinggung tentang suara hati atau bisikan batin. Ini sangat relevan dengan sebuah tulisan karya Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono ; psikolog, penerjemah buku, dan penulis buku-buku psikologi asal Indonesia, bahwa pola asuh yang baik seharusnya:
- Mengembangkan Inner Voice Anak: Pola asuh yang baik seharusnya mendorong anak untuk mengenali dan mendengarkan suara hati mereka sendiri. Ini akan membantu mereka mengembangkan intuisi dan kemandirian. Sebaliknya, pola asuh yang terlalu mengontrol justru bisa menumpulkan kemampuan anak untuk mendengarkan diri sendiri, membuat mereka terus mangu dan selalu mencari jawaban dari luar.
- Mendampingi Proses Pencarian Jati Diri: Masa kanak-kanak dan remaja adalah periode krusial bagi anak dalam mencari tahu siapa mereka. Pola asuh yang suportif akan membimbing anak dalam pencarian ini, memberikan dukungan dan pemahaman. Namun, pola asuh yang terlalu menghakimi atau tidak mendukung justru bisa membuat proses ini menjadi lebih sulit dan penuh keraguan, membuat anak merasa mangu.
” ♫♫ Jujur Tak Mudah Melangkah Pergi ” : Membangun Kebebasan yang Bertanggung Jawab
Meskipun lagu ini bernuansa keraguan, ada juga elemen harapan untuk pembebasan. Ini adalah poin penting bagi kita sebagai orang tua, sebagaimana Dra. Ratih Ibrahim, MM., Psi. seorang psikolog keluarga dan parenting, menyampaikan bahwa perkembangan psikologis anak berawal dari komunikasi orangtua-anak yang dapat:
- Memberikan Kebebasan yang Bertanggung Jawab: Pola asuh yang ideal adalah yang memberikan kebebasan kepada anak, namun tetap dalam batasan yang jelas dan mengajarkan tanggung jawab. Ini membantu anak untuk “terbang tinggi” dengan kemampuan mereka sendiri, bukan terus mangu dalam sangkar proteksi berlebihan.
- Melepaskan Ekspektasi yang Membelenggu: Bagi kita sebagai orang tua, “melepaskan semua” bisa berarti melepaskan ekspektasi atau pandangan yang terlalu kaku terhadap anak. Membiarkan mereka menemukan jalannya sendiri, meskipun berbeda dari yang kita bayangkan, adalah bentuk kepercayaan yang sangat penting. Ini akan membantu anak tidak terus mangu dalam bayang-bayang kita.
Secara keseluruhan, lagu “MANGU” bisa menjadi pengingat yang kuat bahwa pola asuh memiliki dampak mendalam pada pembentukan karakter dan kemampuan seseorang untuk menghadapi hidup. Perasaan mangu atau keraguan yang mungkin muncul pada anak bisa jadi merupakan residu dari pola asuh yang kurang mendukung kemandirian dan keberanian.
Namun, setiap momen “MANGU” juga bisa menjadi titik tolak saat anak mulai meraba, berani bertanya, dan pada akhirnya memilih jalannya sendiri. Tugas kita sebagai orang tua dan pendidik adalah mendampingi proses itu dengan kasih sayang, kepercayaan, dan ruang dialog.
Maa syaa Allah, perspektif yang menarik dari lagu pop yang sedang naik daun
Iya kak, bikin terngiang-ngiang ini lagunya😁