RAHASIA KETURUNAN SHALIH: JEJAK KESHALIHAN ORANG TUA YANG ABADI

RAHASIA KETURUNAN SHALIH: JEJAK KESHALIHAN ORANG TUA YANG ABADI
Penulis : Ustadz Adam Husein Al Idrus
Editor : Ustadzah Ratnatus Sa’idah
Kisah perjalanan Nabi Khidir dan Nabi Musa yang terabadikan dalam Surah Al-Kahfi (ayat 61-82) menyimpan berbagai hikmah mendalam bagi umat Islam. Salah satu narasi yang menarik perhatian adalah ketika keduanya mendapati dinding rumah yang hampir roboh dan Nabi Khidir dengan tanpa pamrih menegakkannya. Ketika Nabi Musa mempertanyakan tindakan tersebut, Nabi Khidir menjelaskan bahwa dinding itu milik dua anak yatim yang di bawahnya tersimpan harta warisan. Lebih lanjut, Nabi Khidir mengungkapkan alasan di balik tindakannya: “Adapun dinding (rumah) itu adalah milik dua anak yatim di kota itu dan di bawahnya tersimpan harta milik mereka berdua, sedangkan ayah mereka adalah orang saleh. Maka, Tuhanmu menghendaki agar keduanya mencapai usia dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Aku tidak melakukannya berdasarkan kemauanku (sendiri). Itulah makna sesuatu yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya” (Al-Kahfi/18:82).
Ayat ini memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana keshalihan seorang ayah dapat memberikan dampak positif dan perlindungan bagi anak keturunannya, bahkan setelah ia tiada. Allah SWT, melalui perantaraan Nabi Khidir, menjaga hak dan harta anak-anak yatim tersebut karena keshalihan ayah mereka. Hikmah ini menggarisbawahi betapa pentingnya peran orang tua dalam membentuk fondasi spiritual dan moral bagi anak-anak mereka.
Dalam konteks pendidikan anak, seringkali penekanan hanya diberikan pada tuntutan keshalihan anak, seperti kewajiban shalat, mengaji, dan berbakti kepada orang tua. Namun, sebelum menuntut anak, penting bagi orang tua untuk merefleksikan diri dan menjadi teladan keshalihan bagi anak-anak mereka. Anak-anak belajar melalui observasi dan imitasi, sehingga keteladanan orang tua memiliki pengaruh yang lebih kuat daripada sekadar perintah dan larangan.
Kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa dalam Surah Al-Kahfi menjadi landasan teologis yang kuat mengenai pengaruh keshalihan orang tua terhadap keturunan. Tindakan Nabi Khidir menegakkan dinding rumah anak yatim bukan semata-mata kebaikan individual, melainkan merupakan manifestasi dari rahmat Allah SWT yang diberikan kepada anak-anak tersebut karena keshalihan ayah mereka. Hal ini menunjukkan bahwa keshalihan orang tua tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga dapat menjadi “investasi” spiritual yang melindungi dan memberkahi anak keturunan.
Dalam perspektif pendidikan Islam, keteladanan (uswah hasanah) merupakan metode yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai agama dan moral kepada anak-anak. Orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak-anak mereka. Perilaku, ucapan, dan amalan ibadah orang tua akan secara langsung diserap dan ditiru oleh anak-anak. Jika orang tua menunjukkan keshalihan dalam kehidupan sehari-hari, seperti rajin beribadah, jujur, amanah, dan berakhlak mulia, maka anak-anak akan tumbuh dengan mencontoh nilai-nilai tersebut.
Sebaliknya, jika orang tua hanya memberikan perintah tanpa memberikan contoh yang baik, maka pesan yang disampaikan akan kurang efektif dan bahkan dapat menimbulkan resistensi pada anak. Anak-anak lebih mudah belajar dan Internalisasi nilai melalui apa yang mereka lihat dan rasakan dalam interaksi sehari-hari dengan orang tua mereka. Oleh karena itu, menjadi orang tua yang shalih adalah langkah awal yang krusial dalam mendidik anak menjadi generasi yang shalih dan shalihah.
Sekolah Di Masjid menyadari betul pentingnya peran orang tua dalam keberhasilan pendidikan anak, khususnya dalam membentuk karakter Qur’ani. Sebagai lembaga pendidikan yang berintegrasi dengan masjid, Sekolah Di Masjid tidak hanya fokus pada pendidikan formal anak, tetapi juga berupaya memberdayakan orang tua untuk meningkatkan keshalihan diri.
Program “Ngaso (Ngaji Santai Orang Tua)” merupakan salah satu inisiatif Sekolah Di Masjid untuk mewadahi orang tua/wali murid dalam belajar membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar (Tahsin) tanpa dipungut biaya. Program ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an orang tua, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang positif dan membangun kedekatan antara orang tua dan Al-Qur’an. Dengan semakin dekatnya orang tua dengan Al-Qur’an, diharapkan mereka dapat menjadi teladan yang lebih baik bagi anak-anak dalam mencintai dan mengamalkan kitab suci.
Selain program “Ngaso”, Sekolah Di Masjid juga memberlakukan surat komitmen yang harus ditandatangani oleh orang tua/wali murid saat mendaftarkan anak mereka. Salah satu poin penting dalam surat komitmen tersebut adalah kesediaan orang tua untuk “mengajak anak sholat berjama’ah di masjid”. Klausul ini bertujuan untuk mendorong orang tua tidak hanya menyuruh anak untuk beribadah, tetapi juga aktif mengajak dan memberikan contoh langsung dalam melaksanakan shalat berjamaah. Dengan demikian, masjid tidak hanya menjadi tempat belajar bagi anak, tetapi juga menjadi pusat aktivitas ibadah keluarga.
Sinergi antara program “Ngaso” dan surat komitmen diharapkan dapat menciptakan ekosistem pendidikan yang holistik, di mana keshalihan anak tidak hanya dituntut tetapi juga didukung oleh keshalihan orang tua. Sekolah Di Masjid menyadari bahwa pendidikan generasi Qur’ani membutuhkan kemitraan yang kuat antara lembaga pendidikan dan keluarga. Orang tua yang shalih akan menjadi inspirasi dan pendorong utama bagi anak-anak untuk tumbuh menjadi individu yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.